Selasa, 13 Mei 2014

Muara Bungo, Pelan Tapi Pasti

(Catatan perjalanan ke Ma. Bungo tanggal 10 s/d 12 Mei 2014)

Ma. Bungo adalah nama ibukota Kabupaten Bungo, sebuah daerah di perbatasan Propinsi Jambi dan Sumatera Barat. Kota ini adalah kota kecil yang maju dengan pelan tapi pasti. Saat ini Ma. Bungo masih berstatus sebagai sebuah kecamatan dan juga sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Bungo. Walaupun berstatus kecamatan, kota ini cukup megah dan ramai, kota ini dijuluki kota "lintas" karena berada di jalur jalan lintas sumatera yang menghubungkan berbagai kota di Sumatera. Umumnya masyarakat Sumatera Barat yang hendak ke Jakarta atau Kota Jambi melewati Kota Ma. Bungo. Jika hendak ke Jakarta ikuti jalan lintas sumatera (lurus) dan kalau mau ke Jambi maka belok lah ke kiri setelah menjumpai terminal Ma. Bungo. (terminal ini dijumpai sebelum memasuki Kota Ma. Bungo dari arah Padang).

Penduduk Kota Ma. Bungo tidaklah terlalu padat.  Kabupaten Bungo sendiri berpenduduk sekitar 320.000 jiwa dan sekitar 24.000 jiwa menetap di Kecamatan Muaro bungo.
Penduduk Kabupaten Bungo cukup heterogen, dimana daerah dusun di huni oleh sebagian besar penduduk asli yang merupakan orang Melayu Jambi yang adat serta petatah-petitihnya banyak yang mirip dengan orang Minangkabau. Warga etnis Jawa juga banyak terdapat di daerah Kabupaten Bungo disebabkan daerah ini adalah salah satu tujuan transmigrasi. Tak jarang bahasa Jawa juga kerap terdengar disini. Sedangkan wilayah kota dan pasar umumnya didominasi oleh orang Minang (Padang). Disamping itu juga terdapat warga yang beretnis Tapanuli (Batak), Cina, Sunda, dan lain-lainnya.

Bahasa yang digunakan di Muara Bungo adalah bahasa Bungo  yang tercampur dengan bahasa Jawa dan Minang. Bahasa ini mirip dengan bahasa yang digunakan di daerah Sumatera Selatan dan Bengkulu. Terkadang sesama etnis berbicara dengan bahasa-nya sendiri dan di tempat umum menggunakan bahasa Bungo.

Dari sisi ekonomi, daerah ini banyak mendapatkan keuntungan dari sumber alam yang terbentang luas. Begitu banyak lahan dan hutan disini dibandingkan dengan penduduk yang mengolahnya. Umumnya penduduk menanami lahan dengan pohon karet ataupun kelapa sawit, sehingga jika harga komoditi tersebut naik, maka pedagang di pasar akan ikut naik jual belinya. sebaliknya jika harga komoditi pertanian tersebut turun, maka omzet pedagang di pasar terbawa lesu. Disamping hasil pertanian, daerah ini juga penghasil batu bara yang cukup besar dan ikut mengangkat perekonomian masyarakat sekitar.

Dengan latar belakang seperti itulah saya lihat kota Ma. Bungo tumbuh dengan pasti. Berada di tengah kota ini bagaikan di sebuah kota yang besar, tetapi bila kita jalani disekitarnya baru-lah kita tahu kecilnya kota ini dan sekelilingnya ternyata masih sunyi dan banyak hutan.



Jarak kota :
Padang - Ma. Bungo         =  282 km
Bkt. Tinggi - Ma. Bungo  =  305 km
Jambi -Ma. Bungo            =  222 km
(data diolah dari web)

Jl. Lintas Sumatera, di Sungai Rumbai dari arah  Ma. Bungo ke Padang

 

2 komentar:

Raaifa mengatakan...

Pai raun ndak majak-majak bagai do mah hehehe :D

Unknown mengatakan...

Pai Raun Sosial mah da, ado family yang sakit disana.