Sedikit cerita tentang travelling saya ke Singapura tanggal 7 Agustus 2015, semoga ada manfaatnya.
Kami masuk ke Singapura lewat Johor Bahru, Malaysia. Sampai di Johor Bahru jam 06.00 pagi waktu Malaysia (05.00 WIB). Saya sholat subuh dan lanjut mencari tempat mandi, tetapi kami tidak menemukan, dan akhirnya hanya gosok gigi, cuci muka dan bersih-bersih plus ganti baju di toilet umum di sana. Saya lihat orang-orang juga melakukannya di toilet Johor Bahru Central tersebut sebelum memasuki Singapura.
Selesai beres-beres, kami mencari tempat makan, selain memang sudah waktu sarapan pagi, memang lebih baik makan disini karena jika makan di Singapura harga makanan jauh lebih tinggi dan susah mencari yang halal. Kami sarapan di KFC yang tidak jauh dari toilet dimana satu paket ayam, telur, kentang dan nasi lemak tidak sampai RM 10 per porsi (tidak sampai Rp 35.000). Disini sudah sangat ramai sepagi itu dan untuk cari tempat duduk pun lumayan susah. Oh ya, disini cukup lengkap toko dan makanan, mulai dari nasi lemak, goreng-gorengan, roti, sampai ke gerai makanan internasional. Kita tinggal minta bungkus ataupun makan di tempat. Juga ada Mall terhubung ke JB Central ini tapi pagi itu mall belum buka.
Pemandangan dari JB Central, Johor Bahru, shubuh pagi. |
Setelah makan, maka kami siap-siap menyeberang ke gedung Imigrasi Malaysia yang bersebelahan dengan JB central. Melalui jembatan penyeberangan kita sudah sampai di bangunan Sultan Iskandar tempat pemeriksaan Imigrasi Malaysia. Gedung ini cukup besar dan jalan kaki cukup lama sampai ke antrian cop paspor. Untuk antrinya tidak beberapa lama kemudian paspor kami sudah di cop tanda keluar dari Malaysia.
Selepas dari urusan imigrasi maka kami jalan menuju tempat bus ke Singapura di bagian bawah gedung. Sesuai itenary yang sudah disusun, kami rencana naik bus dari Johor ke Singapura. Oh ya selain bus, terdapat beberapa pilihan transportasi yang lain seperti : kereta api, taxi, menggunakan mobil pribadi, sepeda motor, sepeda, bahkan jalan kaki.
Kalau naik keretapi maka bisa naik langsung di JB central dan imigrasinya juga di JB central dan tidak perlu ke bangunan Sultan Iskandar. Keretapi ini jadwalnya agak jarang dan ongkos kalau tidak salah RM 4 (Rp.14.000).
Di Sultan Iskandar, kami berjalan ke tangga menuju bawah bangunan untuk mencari bus. Kami tidak langsung turun di eskalator pertama melainkan agak belok kanan baru turun tangga. Kemungkinan eskalator pertama itu untuk bus ke singapura yang berhenti-berhenti di bus stop, sedang yang kami cari adalah bus CW (causewaylink) yang langsung dari terminal ke terminal.
Bus CW yang tersedia antara lain :
CW 1 : ke Stasiun Kranji ( dekat dengan Woodlands CIQ) ongkosnya mungkin cuma RM 1-an. (sekitar Rp. 4.500)
CW 2 : ke Queen Street Terminal (sudah pusat kota dan tidak jauh ke daerah Bugis Street)
CW 5 : ke Newton Place (juga pusat kota dan dekat dengan Orchard Road.
Ongkos untuk CW 2 dan CW 5 sama yakni RM 2,4 (Rp. 8.400)
Kami pilih bus CW 2. Antrian naik ke bus CW cukup mengular dan akhirnya kami bisa naik tetapi hanya dapat tempat berdiri. Oya, ongkos dibayar ketika naik bus dan supir akan mengeluarkan tiket. Tiket jangan sampai hilang sebab di Singapura kita akan masuk imigrasi lagi dan setelah itu naik bus lagi ke terminal tujuan. Jika kita sudah ada tiket, tinggal tunjukan tiket ke sopir, tetapi jika tiket hilang akan bayar lagi di terminal imigrasi Woodlands Singapura tersebut. Bayarnya pakai dollar Singapura dan tentunya lebih mahal.
Bus penuh sesak oleh penumpang, dan mulailah bus bergerak meninggalkan imigrasi Johor Bahru dan mulai memasuki jembatan Johor-Singapura. baru saja memasuki jembatan ternyata bus maju berhenti sebentar-sebentar, dan ternyata jalan macet. Tidak lama kemudian, nampaklah keretapi tanah melayu berjalan dengan anggunnya di kiri jembatan seakan melambaikan tangan ke arah kami yang kena macet. Sebenarnya istri saya tadinya menganjurkan naik kereta api dan hal ini membuat ia memandang saya seolah ingin mengatakan kenapa kita tidak naik keretapi saja.
Saya lihat di jalur dari Singapura ke Johor bahkan macetnya sangat parah. Mobil pada susah bergerak, sehingga penumpang turun dan memilih berjalan kaki. Bahkan sampai di Singapura pun banyak orang berjalan kaki menuju Malaysia. Pada saat seperti ini jalan kaki jadi pilihan bagi orang yang ingin lebih cepat. Saya perkirakan panjang jembatan paling hanya 2 km saja. Oh, ini rupanya sudah hampir penghujung minggu.
Sekitar 15 menit, bus sudah memasuki singapura. Orang-orang pada turun di jalan karena macet, dan begitu juga kami. Kami mengikuti orang-orang yang berjalan ke arah imigrasi Singapura, bahkan sebagian ada yang setengah berlari. Sampai disana antrian mulai banyak dan kami ikuti antrian. Di tengah antrian kami lupa belum mengisi formulir imigrasi singapura, dan sayapun keluar antri mencari formulir dimaksud dan ikut antri lagi dibelakang istri sambil tak lupa bilang "excuse me" pada orang yang saya lewati. Untung kami bawa pena jadi bisa mengisi formulir sambil antri. Akhirnya tibalah giliran saya dan alhamdulillah berjalan lancar tanpa banyak tanya. Kemudian istri saya terpaksa tertahan setengah jam karena jaringan komputer kounter tiba-tiba rusak. Setelah satu jam di gedung imigrasi, kami mulai lega sudah bisa keluar. Tinggal scan barang dan naik bus lagi ke queen street terminal. Akan tetapi,, oalah,, saya dicegat petugas custom Singapura. Dia tanya : apakah you bawa rokok? saya bilang ya. Dia minta tolong keluarkan semua dan saya di giring ke kantor bea cukai. Disitu saya ditanyai dan dicatat data-data. kemudian saya di pindahkan lagi ke ruangan lainnya kemudian lagi disuruh tunggu di ruangan sempit yang di depannya di pajang peraturan bea cukai Singapura. Akhirnya saya dipanggil lagi dan di jelaskan ketentuan bahwa masuk ke Singapura harus melapor kalau membawa rokok, dan kita akan dikenakan cukai sekian dollar per batang. dan kalau ketahuan bawa rokok tanpa melapor, kena denda S$ 200 (Rp. 2.000.000). Tetapi karena ini kunjungan pertama saya dan saya belum tahu aturan tersebut, maka saya di beri maaf, hanya saja rokok saya yang belum di buka mereka sita dan langsung di potong di depan saya. Rokok yang sudah di buka boleh saya bawa.
Kendala datang lagi, begitu saya bebas dan keluar imigrasi, kami langsung saja mengikuti arah orang-orang banyak, kami kira mereka keluar gedung dan kamipun ikut mereka melalui prosedur pemeriksaan barang lagi. Ternyata mereka orang-orang yang akan ke Malaysia dan kami pun bingung lalu melapor ke petugas. Untuk sekedar kesalahan ini saja ternyata panjang prosesnya dan passport serta data kami dikumpulkan, dicatat, bahkan saya harus cop jari lagi. setelah sekitar 1 jam kurang baru kami boleh keluar melalui pintu petugas. Alhasil jam 12.00 waktu singapura baru kami bisa keluar kantor imigrasi dan mencari bus CW 2 di bawah gedung untuk ke Bugis Street (Quinn Street Terminal).
Begitu tiba di bawah, antrian pun mengular, tapi untunglah antrian bus CW2 tidak begitu sesak. begitu bus kedua masuk maka sayapun dengan cepat naik dan langsung ambil tempat duduk di depan. Sebelumnya memperlihatkan dulu karcis ke sopir.
Bus mulai bergerak meninggalkan woodlands CIQ. pemandangan yang saya lihat agak diluar dugaan saya dimana di Singapura masih terdapat hutan rimba dan semak belukar, beberapa lama pemandangan didominasi hutan dan semak belukar dan setelah sekitar 20 menit barulah berjumpa daerah kota dengan dominasi gedung dan bangunan bertingkat.
Pemandangan Singapura memang unik dan saya memuji ketertiban dan kebersihan di negara kecil ini. Setelah turun di Quinn Street Terminal kami jalan kaki menuju kawasan Bugis. jaraknya hanya sekitar 1 km saja dari terminal. Oh ya, meskipun namanya bugis street, jangan harap anda jumpa pedagang bugis di sana. Mayoritas hanyalah pedagang keturunan tionghoa yang menjual barang dengan harga murah tetapi tetap berkualitas. Bugis street memang terkenal dengan kawasan membeli souvenir dengan harga terjangkau. Disana baju kaus masih ada yang dijual 4 for S$10. Artinya hanya Rp. 25.000 per helai.
Sebelum sampai ke kota Singapura |
Bugis di kejauhan dari Victoria Street |
Bugis Street |
Ketika di daerah Bugis ini hujan turun dan terpaksa niat kami menjelajah daerah sekitar di urungkan. Karena waktu yang mepet, kami berusaha cepat saja agar sampai ke Merlion Park, ikon kota Singapura. Beli payung dan naik jembatan penghubung antara gedung tempat kami berdiri dengan gedung mall diseberang. Kami mencari stasiun MRT terdekat, Bugis MRT. Letaknya di bawah tanah seberang jalan dan ada petunjuknya. Bisa masuk langsung di tepi jalan seberang (Victoria Street) dan juga ada pintu masuk/keluar ke/dari dalam mall.
Rencana semula kami membeli STP (Singapore Tourist Pass), namun kami urungkan karena waktu hanya sedikit. Dengan membeli STP, kita dapat naik MRT dan bus umum dengan bebas di Singapura selama satu hari tanpa membayar lagi. Cukup tempelkan kartu STP di gerbang masuk/keluar MRT/LRT atau dekat pintu masuk/keluar bus. Harga STP sekitar S$ 10 dan deposit S$10, jadi biayanya sekitar Rp. 100.000 sehari dan deposit dapat diambil kembali.
Dengan pertimbangan kami hanya akan naik MRT sebanyak tiga kali, dan rata-rata biaya naik MRT hanya S$1,5. maka tentu saja kami rugi jika membali STP. Tiga kali naik MRT hanya butuh 3xS$1,5 = S$4,5 dan hemat S$5,5 per orang dibanding beli STP. Jika dirupiahkan akan hemat sekitar Rp.55.000 per orang.
Dari MRT bugis ke MRT Rafless Place (Stesen MRT terdekat ke Merlion Park) tak sampai lima menit sudah sampai dengan ongkos tiket standar S$1,5 (Rp. 15.000). Dari sana keluar di pintu exit menuju Merlion Park (ada petunjuknya) dan dari pintu keluar ini kita jalan kaki lagi selama 15 menit. Letak Merlion Park di tepi sungai dekat hotel Fullerton dan seberangnya ada Singapore's Flyers, kincir Singapura yang nampak menjulang dari kejauhan. Dari persimpangan dekat hotel Fullerton arah ke sungai (menyeberang jalan) ada tangga turun, kemudian kita jumpa cafe/gerai makan minum dan terus disebelah kanannya akan nampak Merlion Park (ikon singapura berupa binatang berbadan ikan kepala singa) menyemburkan air dari mulutnya. Saat itu cukup ramai disana meskipun baru usai hujan.
Oh ya, ketika turun di stasiun MRT Raffles Place kami sedikit tersesat dan berjalan ke arah UOB Plaza. Memang daerah sekitar sana juga dan bisa juga menyusuri jalan di tepi sungai dari sana, tapi bagi yang terbatas waktu dapat langsung menjadikan Hotel Fullerton sebagai patokan arah.
Dalam perjalanan menuju Merlion Park, kita dapat menikmati pemandangan tepi sungai dan perahu-perahu yang berlayar. Kita dapat juga duduk di bangku yang telah disediakan, akan tetapi pada saat kami disana hari sedang hujan.
Di samping Sungai Singapura |
Menyusuri jalanan tepi sungai membawa kami ke jembatan Cavenagh Bridge yang semula kami kira jembatan penyeberangan ke Merlion Park, ternyata bukan. Akan tetapi di ujung jembatan Cavenagh tersebut kami jumpa penjual es krim potong Singapura yang terkenal lezat dan murah itu. Jika di penjual sebelumnya kami lihat harganya S$1,2 akan tetapi di ujung jembatan Cavenagh ini harganya hanya S$1 (Rp. 10.000). Rasanya enak dengan pilihan macam rasa, serta pilihan apakah dengan biskuit atau roti. Kami pilih pakai biskuit dan sememangnya rasanya beda jauh dengan es potong Singapur yang saya coba di Padang/Pariaman.
1 dollar ice cream |
Dari Merlion Park, kami jalan kembali menuju MRT Raffles Place dan naik MRT menuju Harbourt Front dimana disini kami akan menyeberang menuju pulau Batam. Sebelum menyeberang, kami mencari tempat makan dulu dan mencuba menapaki pulau Sentosa yang tidak jauh dari Harbour Front. Dari Harbourt Front kita bisa jalan kaki ke Pulau Sentosa yaitu dari Vivo City Mall dan hanya kena biaya masuk S$1 (Rp.10.000). Kita juga bisa naik Lori kabel dengan bayaran sekitar S$46 (Rp.460.000) per orang, naik bus, naik monorail dengan ongkos S$4 (Rp.40.000) pp. kami memilih naik monorail dan sebelumnya makan dulu di Vivo City.
Banyak kedai makanan di sini, akan tetapi yang lebih ramai, dan agak murah adalah di Food Republic, yang terletak di lantai atas Vivo city, dekat tempat penyeberangan monorail ke Pulau Sentosa. Tempat ini sangat ramainya dan bahkan mencari tempat dudukpun susah. Kami keliling dulu melihat lihat makanan dan melihat kedai makanan halal. Namun tidak satupun mencantumkan label halal disini. Yang ada hanya satu dua mencantumkan kode "no pork" yang artinya tidak ada daging babi. Jelas ini belum memjamin ke halal-an makanan, akan tetapi daripada tidak makan maka kami pilih saja kedai yang penjualnya berjilbab dengan menu ala javanese (jawa). Saya pesan tahu telur S$5,5 (Rp.55.000) dan istri saya pesan ayam penyet S$5,8 (Rp. 58.000). Untuk minum kami tidak pesan karena air mineral yang saya beli ketika di Kuala Lumpur masih ada.
Bagi saya, rasa makanannya agak aneh, tetapi gimana lagi daripada tidak makan. Porsi makanan memang besar dan penuh protein. Mungkin inilah salah satu penyebab tingkat kesehatan orang di sana lebih baik dengan menu yang bergizi dalam jumlah yang cukup. Saya bandingkan untuk ayamnya saja kira-kira tiga kali ukuran ayam pada penjual kebanyakan di Indonesia. Terkadang saya lihatpun di Malaysia mereka mengkonsumsi lebih dari satu protein ketika makan. Jadi selain daging, misalnya mereka juga menambah dengan telur atau ikan, kacang goreng, dan lain-lain.
Begitu suapan terakhir dengan kondisi mulut yang masih mengunyah, piring makanan saya diambil oleh pekerja kedai, begitu juga piring makan istri saya yang belum habis. Istri saya memang sudah selesai makanan walau masih banyak yang tersisa, rencananya daripada terbuang saya akan habiskan makanan tersebut, eh walah tanpa basa-basi piring langsung diangkat sama ibuk-ibuk pekerja disana. :).
Selesai di Food Republic, kami pun membeli tiket monorail ke pulau Sentosa di mesin tiket. Pergi ke pulau ini hanya sekedar foto-foto terutama di Merlion Sentosa serta di bola dunia depan universal studio. Badan rasanya sudah capek dan pegal karena semalaman kurang tidur/tidak tidur di kereta api dan ditambah banyak jalan kaki. Moodpun sudah tidak bagus dan fikiran ingin menyeberang aja dan istirahat di Batam.
Maka setelah berdesak-desakan naik monorail apalagi ketika pulangnya, kami pun menuju HarbourFront Mall yang terhubung dengan Vivo city Mall. Disana kami mencari tiket ferry ke Batam dan akhirnya dapat tiket ferry jam 17.20. Nama fery-nya Sindo Fery dengan tiket plus seaport taxnya S$ 23 (Rp.230.000) per orang.
Tahu telur |
Sekitar satu jam sepuluh menit kemudian fery pun merapat di pelabuhan Batam Centre, Pulau Batam. Setelah beres urusan passport di imigrasi, kami menyeberang menuju Mega Mall Batam Centre dan sudah di tunggu oleh adik yang kuliah di Kedokteran Uniba.
Tambahan:
- naik MRT pakai tiket standar bisa saja keluar di stasiun yang berbeda dengan di tiket dengan menghubungi petugas dan dikenakan bayaran jika stasiun tempat turun lebih jauh.
- berdirilah di eskalator sebelah kiri karena sebelah kanan jalur lewat bagi yang perlu cepat, terutama eskalator di stasiun MRT, bandara.
- Singapura negara yang sangat menegakan aturan, jadi hati-hatilah merokok, jangan membuang sampah sembarangan dan pastikan lampu penyeberang hijau ketika menyeberang jalan.
- Orang Singapura tidak ramah tapi tidak pula kasar.
1 komentar:
Total berapa dollar habis keliling Singapore?? Kemarin menukarkan Ringgit atau Rupiah ke Dollar??trimakasih
Posting Komentar