Jln Lintas Tengah Sumatera, Gunung Medan, Dharmasraya-Sumbar |
Perjalanan saya mulai dari Kota Pariaman jam 11 siang melewati Padang Panjang - Solok - Sawahlunto - Pulau Punjung - Koto
Baru - Sungai Rumbai - Muara Bungo - Muara Tebo - Sungai Bengkal -
Sungai Rengas - Muara Tembesi - Muara Bulian dan berakhir di Kota Jambi pada jam setengah empat malam. Jarak perjalanan sekitar 554 km ini kami tempuh dalam waktu 17 jam (termasuk istirahat 4 jam).
Setelah melewati Lembah Anai dan Pendakian Silaing, kami memasuki Kota Padang Panjang sekitar jam 12 siang. Perjalanan dilanjutkan menuju Kota Solok melewati pinggiran danau Singkarak hingga tiba di kota Solok sekitar jam 1 siang. Cuaca terasa panas sehingga kami memutuskan makan siang di Sawahlunto saja yang berjarak sekitar setengah jam perjalanan dari kota Solok. Hingga tibalah kami di kawasan Muara Kalaban sekitar jam 1.30 siang di RM. Dendeng Batokok.
Setelah makan siang, perjalanan kami lanjutkan menuju perbatasan Sumbar-Jambi, kami sholat jamak Zuhur dan Asyar di Sungai Rumbai, kota terakhir di perbatasan Sumbar yang hanya berjarak 1 km dari kabupaten Bungo Propinsi Jambi. Perjalanan dilanjutkan dan 1,5 jam kemudian kami sudah sampai di Muara Bungo yang merupakan Ibukota Kabupaten Bungo - Jambi. Kalau kita dari Padang, kita akan belok kiri menuju jalan lintas ke Jambi beberapa meter setelah terminal Muara Bungo.
Kami sholat Magrib dan makan malam di kota Muara Bungo dan baru berangkat kembali sekitar jam 9 malam menuju kota Jambi. Rencananya kami akan konvoi dengan mobil family yang juga akan ke kota Jambi. Kami janjian berjumpa di depan Masjid Agung Muara Tebo, akan tetapi karena family tersebut masih lama lagi sampainya, maka kami putuskan melanjutkan perjalanan tanpa menunggu lebih lanjut.
Perjalanan malam itu melewati jalan yang berliku-liku dan dibeberapa tempat terdapat lubang-lubang besar yang cukup mengganggu kenyamanan. Pemandangan didominasi semak belukar, hutan, dan terkadang kebun penduduk. Kami melewati daerah Simpang Niam, Sungai Bengkal, Sungai Rengas, Mersam, dan juga Tembesi. Umumnya pola ruang di propinsi Jambi ini masih banyak hutan, semak belukar dan perkebunan rakyat dengan perkampungan-perkampungan-kecil. Setelah beberapa waktu kemudian terdapat kota-kota kecil sebagai sentra perdagangan. Dari segi demografi, penduduk propinsi Jambi ini cukup heterogen dengan dominasi warga lokal Melayu Jambi dan transmigran dari tanah Jawa. Untuk kawasan pasar dan sentra perdagangan kecil, banyak diisi oleh warga yang berasal dari Minang.
Jam 2 malam kami sampai di Muara Bulian, ibukota kabupaten Batanghari, yang hanya berjarak sekitar 1 jam perjalanan ke kota Jambi. Di Kabupaten ini saya menjumpai jembatan yang sangat panjang yang pernah saya temui (diluar Suramadu). Bahkan kata orang jembatan ini lebih panjang daripada jembatan Barelang yang ada di Batam. Kami singgah di warung makanan setelah lewat Kota Muara Bulian. Emak-emak pemilik warung melayani kami dengan mata mengantuk. Saya memanggil gadis penjual di warung dengan mbak karena mengira ia orang Jawa, tetapi mendengar percakapannya kemungkinan ia orang Jambi asli. Kami istirahat disini sambil mendinginkan mesin mobil. Sekitar warung ini juga terdapat supir truk beristirahat memarkirkan mobil.
Sekitar jam setengah tiga malam, perjalanan kami lanjutkan menuju kota Jambi. Jalanan menjelang kota Jambi malam itu didominasi oleh truk, baik yang sedang berjalan maupun yang parkir di pinggir jalan. Pada pukul tiga malam, kami sudah bertemu simpang jalan Lintas Timur Sumatera yang berada di kota Jambi, kami ambil jalan lurus menuju pusat kota untuk kemudian belok kiri menuju kawasan Telanai Pura.
Setelah makan siang, perjalanan kami lanjutkan menuju perbatasan Sumbar-Jambi, kami sholat jamak Zuhur dan Asyar di Sungai Rumbai, kota terakhir di perbatasan Sumbar yang hanya berjarak 1 km dari kabupaten Bungo Propinsi Jambi. Perjalanan dilanjutkan dan 1,5 jam kemudian kami sudah sampai di Muara Bungo yang merupakan Ibukota Kabupaten Bungo - Jambi. Kalau kita dari Padang, kita akan belok kiri menuju jalan lintas ke Jambi beberapa meter setelah terminal Muara Bungo.
Kami sholat Magrib dan makan malam di kota Muara Bungo dan baru berangkat kembali sekitar jam 9 malam menuju kota Jambi. Rencananya kami akan konvoi dengan mobil family yang juga akan ke kota Jambi. Kami janjian berjumpa di depan Masjid Agung Muara Tebo, akan tetapi karena family tersebut masih lama lagi sampainya, maka kami putuskan melanjutkan perjalanan tanpa menunggu lebih lanjut.
Perjalanan malam itu melewati jalan yang berliku-liku dan dibeberapa tempat terdapat lubang-lubang besar yang cukup mengganggu kenyamanan. Pemandangan didominasi semak belukar, hutan, dan terkadang kebun penduduk. Kami melewati daerah Simpang Niam, Sungai Bengkal, Sungai Rengas, Mersam, dan juga Tembesi. Umumnya pola ruang di propinsi Jambi ini masih banyak hutan, semak belukar dan perkebunan rakyat dengan perkampungan-perkampungan-kecil. Setelah beberapa waktu kemudian terdapat kota-kota kecil sebagai sentra perdagangan. Dari segi demografi, penduduk propinsi Jambi ini cukup heterogen dengan dominasi warga lokal Melayu Jambi dan transmigran dari tanah Jawa. Untuk kawasan pasar dan sentra perdagangan kecil, banyak diisi oleh warga yang berasal dari Minang.
Jam 2 malam kami sampai di Muara Bulian, ibukota kabupaten Batanghari, yang hanya berjarak sekitar 1 jam perjalanan ke kota Jambi. Di Kabupaten ini saya menjumpai jembatan yang sangat panjang yang pernah saya temui (diluar Suramadu). Bahkan kata orang jembatan ini lebih panjang daripada jembatan Barelang yang ada di Batam. Kami singgah di warung makanan setelah lewat Kota Muara Bulian. Emak-emak pemilik warung melayani kami dengan mata mengantuk. Saya memanggil gadis penjual di warung dengan mbak karena mengira ia orang Jawa, tetapi mendengar percakapannya kemungkinan ia orang Jambi asli. Kami istirahat disini sambil mendinginkan mesin mobil. Sekitar warung ini juga terdapat supir truk beristirahat memarkirkan mobil.
Sekitar jam setengah tiga malam, perjalanan kami lanjutkan menuju kota Jambi. Jalanan menjelang kota Jambi malam itu didominasi oleh truk, baik yang sedang berjalan maupun yang parkir di pinggir jalan. Pada pukul tiga malam, kami sudah bertemu simpang jalan Lintas Timur Sumatera yang berada di kota Jambi, kami ambil jalan lurus menuju pusat kota untuk kemudian belok kiri menuju kawasan Telanai Pura.
Saya punya kesan yang baik selama di kota Jambi. Kotanya teratur, unik, dengan masyarakatnya yang majemuk dan terlihat rukun. Mudah-mudahan suatu saat saya akan ke kota Jambi lagi.