Jumat, 18 September 2015

Menjajal Lintas Tengah Sumatera Dengan Sedan - Sambungan..

Ada sekira 2 jam kami berlalu dari Bukit Kemuning, dalam kebimbangan yang semakin memuncak, kami mencari-cari orang yang tepat untuk bertanya, jarang sekali orang yang terlihat, kami juga tidak mau ambil resiko dengan sembarangan bertanya. Kami ingin mendapati orang yang kompeten dan bisa dipercaya. 

Beberapa waktu kemudian nampaklah sebuah SPBU Pertamina kecil dan di dekatnya terdapat sebuah kedai makan kecil. Pas lah, disamping bertanya kami juga ingin mengisi mulut yang sudah mulai kehausan dan perut yang sudah mulai kelaparan. (padahal dalam mobil tersedia makanan dan minuman, hehe).

Kami memasuki kedai, dan setelah memesan makanan dan minuman pertanyaan pun dimulai. Kebetulan pemilik kedai adalah orang Padang/Minang dan ia menyatakan bahwa jalur ini adalah jalur lintas menuju ke Liwa, Lampung Barat selanjutnya ke Bengkulu. Jalur ini bisa juga menuju Lubuk Linggau di Lintas Tengah ataupun terus langsung ke Sumatera Barat dari Bengkulu.  Ia juga menyatakan beberapa orang yang menuju ke Padang/Sumbar ada yang melalui jalur ini. Akan tetapi jalannya memang kecil dan sepi serta rawan longsor.

Kami memutuskan untuk balik kanan, karena disamping suasana jalan yang sepi dan kecil, jalur ini diluar perencanaan kami. Biarlah rugi waktu 2 jam lagi untuk kembali ke Bukit Kemuning, titik dimana kami salah jalur. (pulang pergi jadinya kami rugi waktu 4 jam). 

Sampai kembali ke Bukit Kemuning, maka dengan hati-hati kami mencari jalan Lintas Tengah. Setelah memastikan sudah di jalur yang benar (dengan bertanya) maka kami mulai memikirkan tempat untuk beristirahat menunggu malam. Waktu sudah sekitar jam 10 malam, jalanan juga sudah mulai sepi. Sesuai dengan informasi yang kami dapat, jalur lintas sumatera kurang aman ditempuh pada malam hari, lebih-lebih bagi yang belum tahu medan. Kami mencari tempat istirahat, dan tak lama kemudian nampaklah sebuah rest area dan di dekatnya terdapat kantor polisi. Kami beristirahat di rest area tersebut menunggu pagi.

Sambil berusaha menikmati minuman di malam itu, kami ngobrol-ngobrol dengan pemilik warung. Namanya kalau ga salah Bang Agus. Ia merupakan orang Jawa Lampung, kampungnya di Blambangan tidak jauh dari situ. Ia menceritakan bahwa sebelum kantor polisi dan rest area ini ada, di jalan sesudah rest area tersebut termasuk arena pelaku begal dan pemalakan. Ia mengatakan cukup berat tantangannya pada awal membuka rest area ini. Ia pernah diancam dan diserbu oleh preman-preman di sekitar sana, namun ia menghadapinya dengan kepala dingin. Ia sama sekali tidak takut, karena ia berasal dari daerah sekitar.

Rest area ini cukup sepi, hanya kami saja yang orang jauh pada waktu itu. Selebihnya adalah orang-orang sekitar dan ada juga anggota polisi. Terkadang orang-orang sekitar itu nanya-nanya kami tujuan kemana. Mereka bilang gak usah khawatir,  disini aman, katanya. 

Malam itu saya tidur di mushalla yang ada di rest area. Bang Agus dengan ramah membersihkan dan membentangkan tikar mushalla, ia juga menemani kami ngobrol-ngobrol. Beberapa waktu kemudian timbul suara gaduh dari arah kantor polisi, Kata Bang Agus di atas, (jalur setelah rest area ini) terjadi pemalakan terhadap sopir-sopir truk. Karena si sopir tidak mau memberi uang, mobilnya dilempar. Akhirnya si Sopir mengadu ke kantor polisi. Sirena polisi pun meraung-raung menuju TKP.

Pagi hari, seusai sholat Shubuh, kami membangunkan Bang Agus dan minta dibuatkan sarapan. Dengan sigapnya si mbak istri Bang Agus menyiapkan sarapan berupa nasi sambal dan mie goreng telur. Harga makanan disini standar saja, akan tetapi sebagai ucapan terima kasih saya sumbang sedikit untuk pembangunan mushalla yang masih minim fasilitasnya, terutama kurangnya air bersih.

Selepas sarapan, sekira jam 6 pagi kami melanjutkan perjalanan, kali ini jalan yang dilewati cukup sepi dan mulai berliku-liku, jalannya cukup baik, hanya di beberapa tempat terkadang berlubang cukup besar memenuhi jalan. Mobil hanya bisa berjalan pelan pada tempat ini. Mungkin sekarang sudah diperbaiki oleh pemerintah. 

Sekira 2,5 jam perjalanan, kami sudah sampai di Kota Martapura, Provinsi Sumatera Selatan, kota kecil yang sedang merangkak maju menurut saya. Kami terus menyusuri jalan dan sekira 1 jam kemudian sampai di Kota Baturaja, kota yang indah dan bagus menurut saya. Kami tidak singgah, hanya mengisi BBM dan perjalanan berlanjut menuju Tanjung Enim dan Muara Enim.

Perjalanan dari Baturaja menuju Muara Enim adalah perjalanan yang cukup mendebarkan bagi saya sebagai pemula. Jalur di sini banyak yang rusak, terkadang sampai berkilo-kilo meter. Kendaraan tidak bisa dipacu karena seluruh jalan dipenuhi lubang-lubang besar. Jika tidak hati-hati mengambil jalan, kendaraan bisa kandas. Apalagi kami menggunakan kendaraan kecil sejenis sedan. 

Diantara tempat yang paling menyeramkan adalah suatu daerah hutan berbukit-bukit yang sepi. Jalannya kecil, berbelok, belok, naik dan turun serta terkadang penuh dengan lubang-lubang yang besar, di kanan bukit dan di kiri jurang. Itulah kawasan Muara Meo yang menurut cerita orang sih dulunya rawan perampokan terutama terhadap supir truk yang membawa barang ekspedisi. Alhamdulillah kami melalui kawasan ini dengan selamat dan selanjutnya mulailah keluar dari hutan dan bersua daerah pemukiman penduduk. Perjalanan berlanjut sampai ke Tanjung Enim. 

Sesampai di Tanjung Enim, kawasan sudah rawai penduduk dan jalan pun sangat baik dan bagus. Tak berapa lama kemudian kami memasuki Kota Muara Enim. Di kota ini kami lagi-lagi salah mengambil jalan dimana kami terambil jalan menuju Palembang. Seharusnya kami lurus saja di persimpangan itu, kan tetapi kami ikut jalan ke kanan. Untunglah dengan bantuan alat GPS kami kembali ke jalur yang benar. Kami makan siang di Kota ini, di Rumah Makan Kamang Indah.

Setelah makan siang, perjalanan kami lanjutkan menuju Kota Lahat dengan jarak tempuh sekitar 47 km. Jalan cukup bagus dan kami sampai di Kota Lahat sekitar jam 2 siang. Dari Kota Lahat perjalanan lanjut ke Kota Lubuk Linggau dengan jarak tempuh sekitar 157 km. Perjalanan cukup lama dengan jalanan yang lumayan bagus, di beberapa tempat jalan agak kecil, tapi aspalnya cukup bagus. Hanya saja di rute ini jalanan banyak yang sepi. 

Sore hari yang cerah sampailah kami di Lubuk Linggau, sebuah kota yang cukup megah dan memanjang sepanjang jalan lintas tengah sumatera. Di Lubuk Linggau ini terdapat simpang ke kiri menuju Bengkulu, dan kalau ke Padang belok ke kanan. (dari Jakarta). Setelah melewati Lubuk Linggau, jalan cenderung lurus dan naik turun sehingga mobil dapat di pacu dengan maksimal. Akan tetapi hati-hati juga ketika menyalip saat hampir tiba di puncak sebab lawan tidak terlihat di bawah puncak sebalik.

Sekira jam 9 malam kami sampai di Kota Bangko, Jambi. Hujan lebat yang sering terjadi dalam perjalanan sepanjang 370 km dari Lubuk Linggau menguras tenaga dan fikiran kami. Mengemudi pun juga sudah tidak stabil. Akhirnya kami memutuskan beristirahat sambil makan malam di sebuah cafe yang cukup ramai di Kota Bangko. Cukup lama juga kami beristirahat di sini sambil memperhatikan kondisi mobil.  

Sekira jam 10 malam, mobil kembali di geber menuju Kota Muara Bungo, kota terakhir di Propinsi Jambi sebelum memasuki perbatasan Sumatera Barat. Hujan sangat lebat dan ditambah lampu mobil-mobil besar yang terasa menyilaukan mata kami di mobil yang kecil. Mata juga sudah tak mau berkompromi karena mengantuk. Akhirnya kami jalan pelan-pelan saja dan sekitar jam 12 malam sudah memasuki Kota Muara Bungo. Istirahat di kota ini sudah tanggung dan kami paksakan juga jalan pelan-pelan sampai ke perbatasan Sumbar di daerah Sungai Rumbai. Mobil terus saja kami bawa dalam keadaan mata mengantuk berat, dengan target tidak lama lagi kami akan istirahat di daerah Gunung Medan, Kabupaten Dharmasraya, Sumbar. Di sana terdapat rumah makan yang besar dengan fasilitas lengkap dan area parkir yang luas. Disana terdapat mushalla dan juga kamar mandi. Kedai-kedai kecil dan minimarket juga tersedia disekitar rumah makan untuk sekedar membeli cemilan. Disinilah kami beristirahat menunggu pagi untuk melanjutkan perjalanan yang sudah tidak lama lagi.

Paginya kami bangun agak kesiangan. tidur kami benar-benar nyenyak malam itu. Bangun tidur menunaikan sholat Shubuh. Teman saya (Da Hari F Day) mandi untuk pertama kalinya sejak dari Jakarta, sedangkan saya hanya cuci muka saja. Setelah sarapan, perjalanan kami lanjutkan menuju Kota Sawahlunto, terus menuju kota Solok. Perjalanan disini sudah enjoy karena rasanya tidak begitu lama. Jalannya disamping juga sudah bagus, juga sudah melalui pemukiman penduduk di kiri-kanan jalan. Akhirnya kami sampai di Kota Solok sekira jam 10 pagi. Dari Kota Solok ke Kota Padang tinggal 1,5 jam perjalanan, akan tetapi teman saya mengantarkan saya terlebih dahulu ke rumah saya di Pariaman, jadi dari Solok kami terus ke Padang Panjang (sekira 1,5 jam perjalanan) dan dari Padang Panjang terus ke Pariaman (sekira 1,25 jam perjalanan).

Sebelumnya 

5 komentar:

Buyung mengatakan...

Sesampai ditujuan sudah tentu bawaan pengen istirahat.. Cukuplah bikin badan "rangkik-rangkik".. Bukan begitu bang Nof? Hehehehe...

Unknown mengatakan...

Yoi bang hary f day.

Dedy Efrizal mengatakan...

Ondeh.. jadi taragak pulang kampuang bao oto... nice share Da...

Dedy Efrizal mengatakan...

Ondeh.. jadi taragak pulang kampuang bao oto... nice share Da...

Road Expedition Admin mengatakan...

Kami juga pernah lhoo...

https://road-venture.blogspot.co.id/