Jumat, 06 Maret 2015

Perjalanan Ke Kerinci, Jambi.

Sudah agak lama saya vakum menulis di blog ini, dan saat ini saya coba deh berbagi sedikit cerita tentang perjalanan saya ke negeri Kerinci di Propinsi Jambi. Perjalanan ini kami tempuh dengan mobil tanggal 13-14 Februari 2015 yang lalu.

Perjalanan saya mulai sekitar jam 7. 45 WIB dari Kota Pariaman menuju Padang. Di Padang telah menunggu teman-teman dan kami star dari Padang sekitar jam 10 pagi.
Untuk menuju Ke Kerinci dari Padang kita dapat menggunakan dua jalur. Jalur pertama adalah via Alahan Panjang Solok, terus ke Solok Selatan (Muara Labuh, Padang Aro) kemudian ke Kerinci. Sedangkan rute kedua bisa melalui Pesisir Selatan dan terus ke Kerinci. Namun informasi kami dapati jalan yang umum dari Padang ke Kerinci Adalah via Solok Selatan. Selain lebih dekat, rute ini relatif baik jalannya serta menawarkan hamparan pemandangan yang mempesona.

Berikut jarak ibukota Kerinci (Sungai Penuh) dari beberapa rute/daerah dikutip dari      uhangkayo.webs.com.:
      1.       Padang – Ma. Labuh – Kerinci            : 249 km
      2.       Padang – Painan – Tapan – Kerinci    : 277 km
      3.       Jambi – Bangko – Kerinci                    : 465 km
      4.       Bengkulu – Tapan – Sei. Penuh          :­­­­­­­­­­­­ 897 km 

Mulai dari Kota Padang, panorama Sitinjau Laut sudah mempesona, akan tetapi karena saya sudah berulang kali lewat rute ini pemandangan yang indah ini seakan sudah lumrah. Sampai di Lubuk Selasih, Kabupaten Solok, kami mengisi BBM, kemudian mobil belok kanan di simpang menuju Alahan Panjang, dan dari sini pemandangan mulai lebih membuat saya antusias.

Sekitar jam 12 siang kami sudah berada di kawasan Danau Kembar (Danau diatas dan Danau Dibawah) Kabupaten Solok. Kebetulan kami berangkat hari Jum’at dan disini sudah terlihat suasana persiapan sholat jum’at. Setelah sedikit berunding sebelumnya, kami memutuskan untuk menjamak sholat saja karena memang itu dibolehkan agama bagi sesiapa yang sedang dalam safar (perjalanan). Kami menjamak sholat Jum’at (Zuhur) dan Ashar dan dikerjakan di waktu Ashar saja.

Mobil terus melaju melintasi daerah-daerah di Ujung Kabupaten Solok menjelang Kabupaten Solok Selatan. Salah satu yang menarik bagi saya adalah suasana kehidupan sepanjang perjalanan di Solok Selatan ternyata berbeda dari persepsi yang selama ini berada di kepala saya. Dalam persepsi saya, Solok Selatan ini merupakan daerah yang cenderung terkebelakang, terisolir dan masyarakatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dibawah rata-rata lah di Propinsi Sumatera Barat. Ternyata sepanjang jalan terlihat kehidupan yang cukup maju sebagaimana kampung/desa lainnya di kawasan Sumatera Barat.

Perut mulai terasa lapar, dan kami mulai berpikir untuk mencari tempat makan yang enak. Akan tetapi di sekitar Pasar Sangir (kalau tidak salah) kami sedikit tersesat. Ini disebabkan rambu-rambu penunjuk jalan ke kerinci terlihat lurus, sedang jalan ada bengkolan. Jadi kami mengikuti jalan kecil yang lurus ternyata kami masuk pemukiman dekat pasar dan alhamdulillah jalan kecil ini menuju ke jalan besar lagi. Terpaksa kami bertanya untuk meyakinkan, dan siip ternyata kami kembali on the way to Kerinci. Di Sangir ini kami akhirnya makan siang dan sambil bertanya memastikan lagi jalan ke Kerinci. Ini sekitar jam 14.00 WIB.
Lepas makan, perut pun kenyang dan perjalanan kami lanjutkan menerobos wilayah puncak Sumatera yang terkenal dengan Bukit Barisan.

Padang Aro, ibukota Kabupaten Solok Selatan pun kami lewati. Perjalanan mulai memasuki jalan kecil yang rusak sana sini, semakin berliku-liku. Puncak parahnya jalan adalah disekitar daerah Letter W perbatasan Sumatara Barat dengan Kerinci (Jambi). Sudahlah jalannya kecil dan banyak lobang, juga disertai dengan belokan tajam dan terkadang sisi jalan amblas sehingga membahayakan apabila ban jatuh dari aspal jalan. Tidak heran jarak 20 km saja bisa menghabiskan waktu 1 jam di daerah ini.

Akhirnya kami sampai di perbatasan propinsi, dan mulai memasuki wilayah Kabupaten Kerinci, Jambi. Jalanan masih kecil dan lumayan rusak, tapi belokan-belokan tajam sudah mulai berkurang. Jam 4 sore kami memasuki desa Lubuk Pauh Kecamatan Gunung Tujuh, Kerinci. Kami menjamak sholat di masjid raya setempat yang cukup gedang dan megah. 

Foto desa Lubuk Pauh, Kecamatan Gunung Tujuh, Kerinci


Setelah sholat dan rehat sebentar, perjalanan kami lanjutkan menuju Semurup, arah ke Sungai Penuh. Jalanan tetap kecil namun sudah mulai bagus dan mulai datar. Pemandangan yang tersaji berikutnya sungguh menawan hati. Kiri kanan jalan terhampar dataran luas dengan latar belakang Gunung Tujuh dan Gunung Kerinci. Kiri kanan jalan juga penuh dengan kebun teh yang terhampar. Konon kebun teh ini merupakan kebun teh terluas di dunia yang terletak pada satu hamparan. Udara sore yang teduh semakin memperindah pemandangan alam kerinci yang baru pertama kali kami kunjungi.

Inilah foto view yang cantik pemandangan alam Kerinci tersebut.


Terus berjalan sampailah kami di Siulak Dareh, di sini jalan bersimpang tiga dan untuk ke Sungai Penuh ambil simpang ke kiri. Akhirnya sekitar jam 17.30 sampai juga kami di Semurup tempat tujuan kami. Dimana disana sudah menunggu kawan.

Sesampai di Semurup kami langsung dibawa makan ke dalam rumah menikmati hidangan yang disajikan berupa rendang, gulai cempedak (nangka), dendeng, pepes ikan, dan lain-lain. Di acara baralek ini kami menikmati hidangan yang umumnya tidak asing lagi di daerah Sumatera Barat, sehingga kesimpulan saya bahwa masakan kerinci relatif sama dengan masakan Sumatera Barat, hanya sedikit penyesuaian dengan bahan dan bumbu lokal.

Dari cerita, pengamatan saya, dan baca-baca, terlihat ada benang merah kesamaan antara adat istiadat orang Kerinci dengan Sumatera Barat, dimana disini juga terdapat ninik mamak serta laki-laki yang sudah menikah tinggal di rumah istrinya (matrilinial). Begitu juga tata cara pernikahan dan masakan. Banyak juga istilah dan cerita yang terdapat di Sumatera Barat ternyata juga terdapat di daerah Kerinci. Bahkan tambo cerita asal usul orang Kerinci “berdekatan” dengan tambo asal usul orang Minang Sumatera Barat. Konon, Negeri Kerinci masa dulunya adalah daerah rantau Minangkabau sehingga sebagian masyarakat sini masih berketurunan dari Pagaruyung. Bahkan sebagian menyatakan justru Kerinci-lah asal muasal Minangkabau. Entah benar atau tidak, mungkin pakar sejarah yang lebih tahu.

Bahasa orang Kerinci memang agak beda dengan bahasa Minangkabau pasaran dan kurang dapat saya mengerti. Apalagi kalau diucapkan cepat-cepat. Namun orang Kerinci umumnya menguasai Bahasa Minang. Mereka akan menggunakan bahasa Minang dan atau bahasa Indonesia bila bercakap dengan orang yang tidak mengerti bahasa Kerinci.
Dari segi bahasa, Kerinci memang unik. Di sini terdapat sekitar 20 varian bahasa yang terkadang sesama orang Kerinci pun tidak saling mengerti. Kabarnya mereka menggunakan bahasa Minang dan bahasa Siulak sebagai bahasa acuan selain tentu saja Bahasa Indonesia.

Malam hari kami ditemani oleh kawan yang orang Kerinci berkeliling ke Kota Sungai Penuh. Rumah orang tua kawan tersebut di Siulak dan berjarak sekitar 15 menit perjalanan ke Kota Sungai Penuh. Jalan sampai perbatasan Kota masih kecil, selepas gerbang kota, barulah jalan agak lebar. Kota Sungai Penuh terlihat cukup besar melebihi perkiraan kami semula. Kota ini terlihat seperti kota tua yang sedang berdandan mengikuti arus zaman. Dulunya kota ini adalah Ibu Kabupaten Kerinci, akan tetapi setelah berdiri sendiri menjadi kota otonom, maka ibukota Kabupaten Kerinci pindah ke atas bukit di daerah Siulak.

Kuliner kami malam itu adalah sate Madura berhubung kedai makanan sudah banyak  yang tutup. Selepas makan sate kami pulang ke Siulak beristirahat menunggu pagi.

Esoknya, kami berjalan-jalan disekitar daerah Semurup. Tujuan adalah mandi di Air Hangat, Semurup. Kami mendapat cerita tentang kisah di pemandian Air Hangat ini dimana banyak orang yang putus asa melakukan bunuh diri terjun ke kolam Air Hangat. Sekarang kolam Air Hangat tersebut di pagar dan kuncinya di gembok oleh petugas. Kalau tidak salah kolam air hangat ini ada dua. Kami mandi di permandian kedua yang mungkin di kelola masyarakat. Hanya saja kamar mandi kurang terawat dan hanya satu saja yang cukup bersih dan air hangatnya selalu stand by. O ya, dilokasi ini juga tersedia pisang dan telur yang bisa direbus ke dalam air panas. Dilokasi ini juga tersedia oleh-oleh khas Kerinci seperti Maning (jagung goreng), sirup kulit manis, dll.

Lepas mandi air hangat, kami pun siap-siap balik ke Padang. Sebenarnya teman yang orang Kerinci menawarkan jalan-jalan ke danau Kerinci dan makan ikan semah khas Kerinci. Tapi berhubung ada agenda lainnya yang menunggu, kami tidak sempat dan kami pun pulang diantar sampai ke daerah Letter W, Perbatasan Kerinci dengan Sumbar.

Dalam Perjalanan pulang, kami singgah di tempat membeli oleh-oleh khas Kerinci di desa Lubuk Na Godang. Bermacam oleh-oleh disediakan disini seperti Kopi, Teh, Kawa (Kopi daun), dodol kentang, sirup kulit manis, dan lain lain.

Makan siang di rumah makan Dendeng Batokok khas Kerinci di Pasar Siulak Dareh. Konon kabarnya dendeng ini setelah ditokok dan diolah kemudian sebelum disajikan dibakar dengan bara kayu kulit manis sehingga menimbulkan aroma dan kesedapan tersendiri. Mak Nyuss. Terima kasih kepada Sdr. Ismilizar atas semua traktirannya,. Hehe..



Selain itu kami juga menyempatkan diri berhenti berfoto dan menjepret suasana pemamandangan jalan. 


Berfoto di tugu macan, Desa Kersik Tuo. Desa ini adalah starting poin bagi pendakian ke gunung Kerinci. Gunung Kerinci adalah gunung tertinggi di Sumatera (3805 mdpl) dan nomor dua di Indonesia setelah Pegunungan Jayawijaya di Papua.


Menjelang perbatasan Kerinci – Sematera Barat, Di desa Telun Berasap kami singgah menikmati objek wisata air terjun Telun Berasap yang pada waktu itu cukup ramai pengunjungnya.

Air Terjun Telun Berasap ini disebut demikian karena mengeluarkan butiran-butiran air yang halus seperti asap dan terkadang menerpa kita dari tempat pengamatan yang disediakan. Untuk dapat mengamati air terjun ini, dari tempat parkir kita berjalan menuruni anak tangga yang cukup banyak. Jadi diperlukan stamina yang prima untuk sampai ke tempat pengamatan. Jangan lupa sediakan stamina cadangan untuk menghadapi pendakian yang cukup berat ketika pulangnya. Oya, ditempat apabila berkata kotor dan berbuat yang tidak-tidak konon akan menyababkan akibat yang tidak baik.


Demikianlah sedikit cerita tentang perjalanan ke Kerinci Jambi ini.


1 komentar:

Donhy marthadinata mengatakan...

Kalau dari padang menuju jambi, Selain jalur sitinjau lauik lewat mana lagi yg bisa bang??